Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada
Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat
keluarnya.” (HR. Tirmidzi [1633]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada
tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak
ada naungan kecuali naungan-Nya; [1] seorang pemimpin yang adil, [2]
seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah
ta’ala, [3] seorang lelaki yang hatinya bergantung di masjid, [4] dua
orang yang saling mencintai karena Allah; mereka berkumpul dan berpisah
karena-Nya, [5] seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan
kerkedudukan dan cantik [untuk berzina] akan tetapi dia mengatakan,
‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’, [6] seorang yang bersedekah
secara sembunyi-sumbunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak tahu apa
yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan [7] seorang yang mengingat
Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata
(menangis).” (HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031]).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ada
dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis
karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam
hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam [jihad] di jalan
Allah.” (HR. Tirmidzi [1639], disahihkan Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1338]).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak
ada yang lebih dicintai oleh Allah selain dua jenis tetesan air dan
dua bekas [pada tubuh]; yaitu tetesan air mata karena perasaan takut
kepada Allah, dan tetesan darah yang mengalir karena berjuang
[berjihad] di jalan Allah. Adapun dua bekas itu adalah; bekas/luka pada
tubuh yang terjadi akibat bertempur di jalan Allah dan bekas pada
tubuh yang terjadi karena mengerjakan salah satu kewajiban yang
diberikan oleh Allah.” (HR. Tirmidzi [1669] disahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Sahih Sunan at-Tirmidzi [1363])
Abdullah
bin Umar radhiyallahu’anhuma mengatakan, “Sungguh, menangis karena
takut kepada Allah itu jauh lebih aku sukai daripada berinfak uang
seribu dinar!”.
Ka’ab
bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya mengalirnya air
mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu
lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran
tubuhku.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan; suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata
kepadaku, “Bacakanlah al-Qur’an kepadaku.” Maka kukatakan kepada
beliau, “Wahai Rasulullah, apakah saya bacakan al-Qur’an kepada anda
sementara al-Qur’an itu diturunkan kepada anda?”. Maka beliau menjawab,
“Sesungguhnya aku senang mendengarnya dibaca oleh selain diriku.” Maka
akupun mulai membacakan kepadanya surat an-Nisaa’. Sampai akhirnya
ketika aku telah sampai ayat ini (yang artinya), “Lalu bagaimanakah
ketika Kami datangkan saksi bagi setiap umat dan Kami jadikan engkau
sebagai saksi atas mereka.” (QS. an-Nisaa’ : 40). Maka beliau berkata,
“Cukup, sampai di sini saja.” Lalu aku pun menoleh kepada beliau dan
ternyata kedua mata beliau mengalirkan air mata.” (HR. Bukhari [4763]
dan Muslim [800]).
Dari
Ubaidullah bin Umair rahimahullah, suatu saat dia pernah bertanya
kepada Aisyah radhiyallahu’anha, “Kabarkanlah kepada kami tentang
sesuatu yang pernah engkau lihat yang paling membuatmu kagum pada diri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. Maka ‘Asiyah pun terdiam
lalu mengatakan, “Pada suatu malam, beliau (nabi) berkata, ‘Wahai
Aisyah, biarkanlah malam ini aku sendirian untuk beribadah kepada
Rabbku.’ Maka aku katakan, ‘Demi Allah, sesungguhnya saya sangat senang
dekat dengan anda. Namun saya juga merasa senang apa yang membuat anda
senang.’ Aisyah menceritakan, ‘Kemudian beliau bangkit lalu bersuci dan
kemudian mengerjakan shalat.’ Aisyah berkata, ‘Beliau terus menerus
menangis sampai-sampai basahlah bagian depan pakaian beliau!’. Aisyah
mengatakan, ‘Ketika beliau duduk [dalam shalat] maka beliau masih terus
menangis sampai-sampai jenggotnya pun basah oleh air mata!’. Aisyah
melanjutkan, ‘Kemudian beliau terus menangis sampai-sampai tanah
[tempat beliau shalat] pun menjadi ikut basah [karena tetesan air
mata]!”. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan shalat
(Subuh). Ketika dia melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menangis, Bilal pun berkata, ‘Wahai Rasulullah, anda menangis? Padahal
Allah telah mengampuni dosa anda yang telah berlalu maupun yang akan
datang?!’. Maka Nabi pun menjawab, ‘Apakah aku tidak ingin menjadi
hamba yang pandai bersyukur?! Sesungguhnya tadi malam telah turun
sebuah ayat kepadaku, sungguh celaka orang yang tidak membacanya dan
tidak merenungi kandungannya! Yaitu ayat (yang artinya), “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi….dst sampai selesai” (QS. Ali Imran :
190).” (HR. Ibnu Hiban [2/386] dan selainnya. Disahihkan Syaikh
al-Albani dalam Sahih at-Targhib [1468] dan ash-Shahihah [68]).
Mu’adz
radhiyallahu’anhu pun suatu ketika pernah menangis tersedu-sedu.
Kemudian ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?”. Maka
beliau menjawab, “Karena Allah ‘azza wa jalla hanya mencabut dua jenis
nyawa. Yang satu akan masuk surga dan satunya akan masuk ke dalam
neraka. Sedangkan aku tidak tahu akan termasuk golongan manakah aku di
antara kedua golongan itu?”.
al-Hasan
al-Bashri rahimahullah pun pernah menangis, dan ditanyakan kepadanya,
“Apa yang membuatmu menangis?”. Maka beliau menjawab, “Aku khawatir
besok Allah akan melemparkan diriku ke dalam neraka dan tidak
memperdulikanku lagi.”
Abu
Musa al-Asya’ri radhiyallahu’anhu suatu ketika memberikan khutbah di
Bashrah, dan di dalam khutbahnya dia bercerita tentang neraka. Maka
beliau pun menangis sampai-sampai air matanya membasahi mimbar! Dan pada
hari itu orang-orang (yang mendengarkan) pun menangis dengan tangisan
yang amat dalam.
Abu
Hurairah radhiyallahu’anhu menangis pada saat sakitnya [menjelang
ajal]. Maka ditanyakan kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?!”. Maka
beliau menjawab, “Aku bukan menangis gara-gara dunia kalian [yang akan
kutinggalkan] ini. Namun, aku menangis karena jauhnya perjalanan yang
akan aku lalui sedangkan bekalku teramat sedikit, sementara bisa jadi
nanti sore aku harus mendaki jalan ke surga atau neraka, dan aku tidak
tahu akan ke manakah digiring diriku nanti?”.
Suatu
malam al-Hasan al-Bashri rahimahullah terbangun dari tidurnya lalu
menangis sampai-sampai tangisannya membuat segenap penghuni rumah kaget
dan terbangun. Maka mereka pun bertanya mengenai keadaan dirinya, dia
menjawab, “Aku teringat akan sebuah dosaku, maka aku pun menangis.”
Saya
[penyusun artikel] berkata: Kalau al-Hasan al-Bashri saja menangis
sedemikian keras karena satu dosa yang diperbuatnya, lalu bagaimanakah
lagi dengan orang yang mengingat bahwa jumlah dosanya tidak dapat lagi
dihitung dengan jari tangan dan jari kaki? Laa haula wa laa quwwata illa billah!
Alangkah jauhnya akhlak kita dibandingkan dengan akhlak para salafush
shalih? Beginikah seorang salafi, wahai saudaraku? Tidakkah dosamu
membuatmu menangis dan bertaubat kepada Rabbmu? “Apakah mereka tidak
mau bertaubat kepada Allah dan meminta ampunan kepada-Nya? Sementara
Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (lihat QS. al-Maa’idah : 74).
Aina nahnu min haa’ulaa’i? Aina nahnu min akhlagis salaf? Ya akhi, jadilah salafi sejati!
Disarikan
dari al-Buka’ min Khas-yatillah, asbabuhu wa mawani’uhu wa thuruq
tahshilihi, hal. 4-13 karya Abu Thariq Ihsan bin Muhammad bin ‘Ayish
al-’Utaibi, tanpa penerbit, berupa file word.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar